Cari Blog Ini

Sabtu, 16 Maret 2019

Stimulasi


Dewasa ini,salah satu permasalahan di industri migas adalah mengenai pengurangan produksi migas akibat menurunnya kemampuan batuan untuk mengalirkan batuan. Oleh karena itu diangangkat tema stimulasi fracturing acidizing. Dimana fracturing acidizing merupakan solusi untuk meningkatkan laju alir produksi denngan cara merekahkan batuan agar fluida dapat mengalir secara konstan.
Stimulasi berfungsi merangsang sumur yang merupakan suatu proses perbaikan terhadap sumur untuk meningkatkan harga permeabilitas formasi yang mengalami kerusakan sehingga dapat memberikan laju produksi yang besar, yang akhirnya produktifitas sumur akan menjadi lebih besar jika dibandingkan sebelum diadakannya stimulasi sumur. Stimulasi dilakukan pada sumur-sumur produksi yang mengalami penurunan produksi yang disebabkan oleh adanya kerusakan formasi (formation damage) disekitar lubang sumur dengan cara memperbaiki permeabilitas batuan reservoir. Metode stimulasi dapat dibedakan menjadi Acidizing dan Hydraulic Fracturing.
Alasan dilakukanya stimulasi antara lain karena adanya hambatan alamiyaitu permeabilitas reservoir yang rendah sehingga menyebabkan fluida reservoir tidak dapat bergerak secara cepat melewati reservoir dan hambatan akibat yaitu yang sering disebut dengan kerusakan formasi ( formation damage), kerusakan fomasi ini kebanyakan disebabkan oleh operasi pemboran dan penyemenan yang menyebabkan permeabilitas batuan menjadi kecil jika dibandingkan dengan permeabilitas alaminya sebelum terjadi kerusakan formasi, pengecilan permeabilitas batuan formasi ini akan mengakibatkan terhambatnya aliran fluida dari formasi menuju ke lubang sumur sehingga pada akhirnya akan menyebabkan turunnya produktivitas suatu sumur.
Sasaran dari stimulasi ini adalah formasi produktif, karena itu karakteristik reservoir mempunyai pengaruh besar pada pemilihan stimulasi.    
Karakteristik reservoir meliputi karakteristik batuan maupun karakteristik fluida reservoir terutama berpengaruh pada pemilihan fluida treatment baik pada acidizing maupun pada hydraulic fracturing, faktor lain yang berpengaruh dalam treatmentini adalah kondisi reservoir yaitu volume pori, tekanan dan temperatur reservoir. 










 

Hikmah dari Keraguan

Jujur ini pengalaman pertama menulis penulis, jadi maaf kalau agak susah dimengerti maupun dipahami. jadi penulis ingin sedikit bercerita dan berbagi tentang pangalaman  ketika mengikuti sebuah seminar yang lebih tepatnya sih one day course namanya.tapi sebut saja seminar, yang mana seminar itu diadakan hari sabtu mulai dari jam 08:00 pagi sampai jam 16:00. dan pada hari H tiba tiba penulis merasa malas untuk pergi ke acara tersebut dikarenakan berbagai faktor dari dalam maupun dari luar yang mengakibatkan argumen didalam hati ini wkwkwk.. maklum dikarenakan pagi hari tersebut pas sekali tiba tiba penulis ditugaskan mengambil kiriman yang dikiramkan keluarga tercinta dari jauh, yang mana kiriman tersebut harus diambil karena kalau tidak diambil bakal kembali lagi ke alamat yang mengirim atau dampak buruknya hilang ditelan bumi. jadi singkat cerita si penulis ini memutuskan untuk menjemput kiriman tersebut terlebih dahulu dan tentulah akan terlambat karena kiriman tersebut paling cepat sampai jam 09:00 pagi. dan akhirnya datanglah penulis ketempat acara tersebut  pukul  10:00 dan sedikit melewatkan beberapa slide materi yang disampaikan pembicara.
  pertama ekspektasi penulis acara ini akan sangat seru karena membahas tentang bumi hehe., tapi tak disangka ternyata waktu sudah hampir menunjukkan istirahat makan siang dan tibalah istirahat tersebut dan akan dilanjutkan lagi pukul 13:30. tetapi sebelumnya ada tugas untuk menulis surat cinta ni yang nantinya harus dikumpulkan dan akan dibaca oleh si pembicara. eh tapi yg dibaca cuma dipilih beberapa aja kok, karena gak mungkinkan dibacain kedepan semuanya. tapi jangan salah sangka dulu ya yang dimaksud surat cinta disini adalah surat cinta untuk kedua orang tua masing-masing. dan penulis pun ikut menulis surat tersebut.
   lalu lanjutlah ke acara lagi sehabis istirahat makan siang, nah ternyata pada sesi ke 2 ini khayalan penulis tentang ilmu kebumian sirna seketika dan agak sedikit kecewa si. karena ternyata pada sesi ke 2 ini pembicara memutuskan untuk memberikan materi lain. dan ternyata benar surat yang tadi ditulis benar benar dibaca oleh pembicara dan dipilih 5 orang untuk membacakan surat cintanya kedepan.
tapi sebelumnya materi pengganti yang dibahas pada sesi kedua ini sangat membuat penulis MEMBUKA MATA dan mendengarkan lebih baik dan hikmat dibanding sesi pertama, karena materinya adala tentang DIRI KITA SENDIRI, yup materinya adalah berhubungan dengan AKHLAK dan RELIGI kita sebagai manusia yang mulai terlupakan dan digerus oleh ke modernan zaman sekarang ini. karena sebagai seorang manusia kita kadang melupakan kewajiban kita dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing masing, dan khusus untuk penulis yang beragama islam dan teman teman pembaca kita kadang lupa beribadah dan sholat tepat waktu, kita terlalu sibuk dengan mengejar dunia ini dengan segala isinya. padahal inti dari semuanya adalah beribadah dan menjalankan perintahnya. dan akhlak kepada kedua orang tua yang telah memberikan segalnya kepada kita didunia ini semenjak kita dilahirkan didunia ini. dan kadang juga lupa bersyukur akan hal itu,. jadi mulai sekarang marilah luangkan waktu sejenak dan berpikir bahwa kita hidup didunia ini bukan hanya mengejar tetapi kita juga punya kewajiban yang harus dilakukan baik untuk diri sendiri, keluarga dan juga lingkungan. dan juga kita harus merenungkan dan membuat target jangka panjang kedepannya tentang apa apa saja yang akan kita lakukan dan mulai memperbaki diri dengan segera mungkin. jadi penulis sangat senang dan bersyukur hadir pada acara tersebut walaupun awalnya sangan malas untuk datang dan penuh keranguan baik ketika mau berangkat dan ketika ada diruangan acara hehe. jadi inti benarlah kata pepatah yang baik menurut kita belum tentu baik dan begitupun sebaliknya.
mungkin itu saja sedikit cerita yang mungkin membosankan tapi mungkin ada sedikit hikmah yang bisa diambil dari penulis 😊

Minggu, 30 September 2018

Batuan Metamorf


BATUAN METAMORF

ANALISIS BATUAN METAMORF

Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.

Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1) metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme tingkat tinggi (high-grade metamorphism). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).

Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km . Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa (Gambar 3.11). penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.

Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit. Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf, membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan yang diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada.

Struktur Batuan Metamorf
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
·         Struktur Foliasi
1.      Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
2.      Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
3.      Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
4.      Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

·         Struktur Non Foliasi
1.      Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam.
2.      Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan asal.
3.      Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
4.      Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
5.      Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
6.      Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
7.      Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran beragam.
8.      Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus atau fibrous.

Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.

Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata –blastik. Berbagai kenampakan tekstur batuan metamorf dapat dilihat pada.
1.      Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.
2.      Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam.
3.      Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
4.      Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral prismatik yang sejajar dan terarah.
5.      Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk euhedral.
6.      Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya berbentuk anhedral. 

Postingan Populer