Cari Blog Ini

Minggu, 16 September 2018

Cekungan Sumatera Selatan

Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan

Secara umum, sedimentasi di Cekungan Sumatera Selatan terjadi dalam dua fase (Jackson, 1961 dalam Koesoemadinata, et al., 1976) , yaitu:
1. Fase Transgresi
Fase Transgresi di Cekungan Sumatera Selatan ditandai dengan pengendapan Kelompok Telisa secara tidak selaras di atas batuan Pra-Tersier. Selama fase pengendapan yang terjadi pada fase transgresi, penurunan dasar cekungan lebih cepat daripada proses sedimentasi, sehingga terbentuk urutan fasies non marin, transisi, laut dangkal dan laut dalam (Pulunggono, 1969; De Coster, 1974; Koesoemadinata, et al., 1976).
2. Fase Regresi
Fase Regresi di Cekungan Sumatera Selatan ditandai dengan pengendapan Kelompok Palembang. Fase ini merupakan kebalikan dari fase transgresi, dimana pengendapan lebih cepat dibandingkan dengan penurunan dasar cekungan, sehingga terbentuk urutan seperti fasies laut dangkal, transisi dan non marin (Pulunggono, 1969; De Coster, 1974; Koesoemadinata, et al., 1976).
Stratigrafi regional Cekungan Sumatera Selatan masih menjadi perdebatan, karena banyak pendapat mengenai stratigrafi regional. Daerah penelitian merupakan bagian dari Cekungan Sumatera Selatan. Stratigrafi regional Cekungan Sumatera Selatan (Ryacudu, 2005) dari tua ke muda (Gambar 1.1) terdiri dari Formasi Lahat/Lemat, Formasi Talangakar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim, Formasi Kasai. -Formasi Lahat/Lemat Formasi ini mewakili awal pengendapan Tersier di Cekungan Sumatera Selatan. Bagian bawah formasi ini terdiri dari breksi vulkanik dan aglomerat dengan fragmen utama berupa batuan beku andesit/basaltis, tufa, batupasir tufaan, kadang dijumpai intrusi dan aliran lava.
Endapan darat dan batuan vulkanik ditafsirkan diendapkan bersamaan dengan terjadinya orogenesa Kapur Akhir – Awal Tersier yang ditandai dengan ditemukannya batuan beku berumur 60,3 ± 1,2 Ma di Pegunungan Garba (Pardede, 1986). Anggota atas Formasi Lahat/Lemat terdiri dari dua bagian (De Coster, 1974) yang disebut “Young Lemat“. Bagian atas terdiri dari batuan klastik halus dan terdiri dari serpih abu-abu kecoklatan, kadang berselang-seling dengan lapisan serpih tufaan, batulanau dan batupasir serta sisipan tipis batubara. Anggota ini diinterpretasikan diendapkan dalam lingkungan air tawar hingga payau. Anggota bawah berupa klastik kasar terdiri atas batupasir, batulempung, fragmen batuan, breksi, “granite wash“, kadang dijumpai sisispan batubara dan tufa. Anggota ini diendapkan dalam lingkungan darat. Umur Formasi Lahat/Lemat masih menjadi perdebatan karena Musper (1937), Marks (1956), Spruyt (1956) menginterpretasikannya berumur Eosen-Oligosen, sedangkan De Coster (1974) menginterpretasikannya berumur Paleosen-Oligosen. Formasi ini memiliki hubungan tidak selaras dengan unit batuan di bawah dan di atasnya.
1.      Formasi Talangakar
Formasi ini terbagi atas dua anggota yaitu GRM dan TRM (Spruyt, 1956; Pulunggono, 1984)
a. Gritsand Member (GRM)
Anggota bawah Formasi Talangakar ini disusun oleh sedimen klastik kasar seperti batupasir konglomeratan, batupasir kuarsa, serpih dan sisipan batubara dengan struktur sedimen berupa struktur perlapisan bersusun, perlapisan silang-siur dan sejajar.
b. Transitional Member (TRM)
Anggota atas Formasi Talangakar ini tersusun oleh sedimen klastik sedang-halus seperti perselingan batupasir, serpih, batulanau, sisipan batubara, batulempung karbonan, serta hadirnya glaukonit yang melimpah. Lingkungan pengendapan anggota satuan ini adalah lingkungan transisi-laut dangkal berumur Miosen.
2.      Formasi Baturaja
Formasi Baturaja memiliki umur Miosen Awal-Miosen Tengah bagian bawah (Gafoer, 1988). Formasi ini diendapkan selaras di atas Formasi Talangakar dan tersingkap dengan baik di Sub-Cekungan Palembang Selatan. Formasi ini sangat berkembang di daerah tinggian, berupa batugamping terumbu dan batugamping paparan, sedangkan di bagian dalam cekungan satuan ini berkembang sebagai fasies karbonat berupa mudstone atau wackestone.
3.      Formasi Gumai
Formasi Gumai yang terdapat di Cekungan Sumatera Selatan memiliki umur Miosen Tengah. Formasi ini tersusun atas sedimen klastika halus berupa serpih, napal, batulempung gampingan, batulanau dengan foraminifera plankton yang melimpah. Formasi ini mewakili fase trangresi maksimum di Cekungan Sumatera Selatan.
4.      Formasi Air Benakat
Formasi Air Benakat atau Palembang Bawah ditafsirkan berumur Miosen Tengah dan diendapkan pada lingkungan sublitoral (Gafoer, 1988). Penentuan lingkungan pengendapan ini berdasarkan foraminifera plankton. Formasi ini tersusun oleh perselingan batupasir-batulanau yang ditandai dengan melimpahnya mineral glaukonit dan limonit serta kandungan fosil foraminifera besar. Formasi ini merupakan awal dari fase regresi Miosen Tengah dari kondisi lingkungan pengendapan laut dalam ke arah lingkunagn pengendapan laut dangkal-transisi.
5.      Formasi Muara Enim
Formasi Muara Enim atau Palembang Tengah berumur Miosen Akhir-Pliosen Awal. Formasi ini secara umum ditandai dengan berkembangnya batubara. Formasi ini disusun oleh perselingan batulempung, batulanau, batupasir tufaan dan lapisan batubara. Formasi ini menunjukkan sekuen pengendapan pengkasaran ke atas dengan lingkungan pengendapan laut dangkal hingga darat. Bagian bawah formasi ini tersusun oleh batulempung kecoklatan, batupasir lempungan dan batupasir tufaan serta lapisan batubara. Bagian atas formasi ini disusun oleh perselingan batulempung kehijauan, batupasir, lapisan batubara dan endapan vulkanik. Fosil kayu dan foraminifera air tawar banyak dijumpai pada formasi ini.
6.      Formasi Kasai
Formasi Kasai atau Palembang Atas diendapkan selaras di atas Formasi Muara Enim, tersusun oleh perselingan konglomerat, batupasir tufaan, tufa dan batulempung tufaan dengan kandungan moluska air tawar dan fosil kayu yang tersilisifikasi (silicified wood). Kandungan tufa yang sangat dominan pada formasi ini menandai adanya aktivitas vulkanik yang semakin meningkat pada Pliosen Akhir.Umur formasi ini adalah Miosen Akhir-Pliosen dengan ciri-ciri litologi yang menunjukkan lingkungan pengendapan darat. Akhir pengendapan Formasi Kasai ditandai dengan peristiwa tektonik kompresi yang mengakibatkan pengangkatan dan terlipatnya sedimen Tersier. Pengendapan selanjutnya adalah sedimen kuarter dan terjadi aktivitas volkanik di Cekungan Sumatera Selatan.

Litologi Batuan pada Cekungan Sumatera

Cekungan Sumatra Selatan dibatasi oleh Paparan Sunda disebelah timur laut, daerah tinggian Lampung disebelah Tenggara, Pegunungan Bukit barisan disebelah baratdaya serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh disebelah baratlaut. Evolusi dari cekungan ini telah ada sejak Mesozoik dan merupakan cekungan belakang busur. Sejarah pembentukan Cekungan Sumatra Selatan memiliki beberapa kesamaan dengan Cekungan Sumatra Tengah dan dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh. Cekungan-cekungan tersebut memiliki bentuk asimetrik dan dibatasi oleh sesar-sesar dan singkapan batuan pra Tersier yang terangkat sepanjang kaki Pegunungan Barisan.
Pembentukan Cekungan Sumatra Selatan adalah pengaruh dari sesar geser makro (stike slip fault) yang nantinya menghasilkan pola sesar normal dan sesar geser. Cekungan Sumatra Selatan merupakan tipe cekungan tersier, sehingga perkembangannya dikendalikan oleh basement pra Tersier.
Pada dasarnya stratigrafi cekungan Sumatera Selatan terdiri dari satu siklus besar sedimentasi yang dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi pada akhir siklusnya. Urutan stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan dari tua ke muda adalah:
1. Batuan Dasar (Basement) .
Batuan dasar terdiri dari batuan kompleks paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku, dan batuan karbonat.
2. Formasi Lahat
Formasi Lahat diperkirakan berumur Oligosen awal. Formasi ini terendapkan secara tidak selaras terhadap batuan dasar karena terletak pada bagian terdalam dari cekungan. Lingkungan pengendapan terjadi pada daerah daratan/alluvial-fluvial hingga lacustrine. Pada bagian bawah litologi penyusun berupa batupasir kasar, kerikilan, dan konglomerat. Pada bagian atas terdapat fasies serpih dengan sisipan batupasir halus, lanau, dan tuff. Formasi ini berfungsi sebagai batuan induk dengan keteblan mencapai 1000m.
3. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar diperkirakan berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal. Formasi ini terendapkan secara tidak selaras dengan Formasi Lahat dan selaras di bawah Formasi Gumai. Litologi penyusun berupa batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang terendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga zona transisi. Bagian bawah formasi tersusun atas batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan dibagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Tebal formasi berkisar 460-610m. Variasi lingkungan pengendapan berupa fluvial-deltaic yang berupa braided stream dan point bar dan berangsur berubah menjadi lingkungan delta front, marginal marine, dan prodelta yang mengindikasikan perubahan lingkungan pengendapan kea rah cekungan.
4. Formasi Batu Raja
Formasi ini terendapkan secara selaras diatas formasi talang akar pada Miosen Awal. Formasi ini terdiri atas carbonate platform dengan ketebalan 20-75m dengan tambahan carbonate build up dan reef dengan ketebalan 60-120m. Karbonat dengan potensi reservoir terbaik terdapat pada selatan cekungan, akan tetapi lebih jarang pada bagian utara sub-cekungan Jambi.
5. Formasi Gumai
Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Batu Raja pada kala Oligosen sampai dengan Miosen Tengah. Formasi ini tersusun atas fosfoliferus marine shale dan lapisan batugamping yang mengandung glaukonit. Bagian bawah dari formasi ini terdiri dari calcareous shale dengan sisipan batugamping, napal, dan batulanau. Sedangkan bagian atas berupa perselingan batupasir dan serpih. Tebal formasi ini 2700m.
6. Formasi Air Benakat
Formasi Air Benakat diendapkan pada fase regresi dan akhir dari pengendapan Formasi Gumai pada kala Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan pada formasi ini terjadai pada lingkungan neritic hingga laut dangkal dan berubah menjadi lingkungan delta plain dan coastal swamp. Litologi terdiri dari batulempung putih dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan dan sedikit mengandung lignit. Pada bagian tengah kaya akan fosil foramminefera. Ketebalan formasi ini antara 1000-1500m.
7. Formasi Muara Enim
Formasi ini diendapkan pada kala Miosen Akhir sampai Pliosen. Pada formasi ini terjadi pada fasa regresi kedua setelah Formasi Air Benakat. Pengendapan awal terjadi di sepanjang rawa-rawa dataran pantai, bagan selatan menghasilkan endapan batubara yang luas. Siklus regresi kedua terjadi selama kala Miosen Akhir dan diakhiri dengan tanda-tanda tektonik Plio-Pleistosen yang menghasilkan penutupan cekungan dan pengendapan lingkungan non marine. Batupasir pada formasi ini mengandung glaukonit dan debris vulkanik. Ketebalan Formasi ini 750m.
8. Formasi Kasai
Formasi ini diendapkan pada kala Pliosen sampai dengan Pleistosen. Kontak formasi ini dengan formasi Muara Enim ditandai dengan kemunculan pertama dari batupasir tufaan. Karakteristik yang terlihat dari endapan formasi ini adalah kenampakan produk vulkanik. Litologi tersusun atas batupasir dan lempung serta material piroklastik. Pada bagian atas terdapat lapisan tuff batu apung yang masih mengandung sisa tumbuhan dan kayu, memiliki struktur silang siur. Lignit terdapat sebagai sisipan berbentuk lensa-lensa dalam batupasir dan batu lempung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer