Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan
Secara umum, sedimentasi di Cekungan Sumatera Selatan
terjadi dalam dua fase (Jackson, 1961 dalam Koesoemadinata, et al., 1976) ,
yaitu:
1. Fase Transgresi
Fase
Transgresi di Cekungan Sumatera Selatan ditandai dengan pengendapan Kelompok
Telisa secara tidak selaras di atas batuan Pra-Tersier. Selama fase pengendapan
yang terjadi pada fase transgresi, penurunan dasar cekungan lebih cepat
daripada proses sedimentasi, sehingga terbentuk urutan fasies non marin,
transisi, laut dangkal dan laut dalam (Pulunggono, 1969; De Coster, 1974;
Koesoemadinata, et al., 1976).
2. Fase
Regresi
Fase Regresi di Cekungan Sumatera Selatan ditandai dengan
pengendapan Kelompok Palembang. Fase ini merupakan kebalikan dari fase
transgresi, dimana pengendapan lebih cepat dibandingkan dengan penurunan dasar
cekungan, sehingga terbentuk urutan seperti fasies laut dangkal, transisi dan
non marin (Pulunggono, 1969; De Coster, 1974; Koesoemadinata, et al., 1976).
Stratigrafi
regional Cekungan Sumatera Selatan masih menjadi perdebatan, karena banyak
pendapat mengenai stratigrafi regional. Daerah penelitian merupakan bagian dari
Cekungan Sumatera Selatan. Stratigrafi regional Cekungan Sumatera Selatan
(Ryacudu, 2005) dari tua ke muda (Gambar 1.1) terdiri dari Formasi Lahat/Lemat,
Formasi Talangakar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat,
Formasi Muara Enim, Formasi Kasai. -Formasi Lahat/Lemat Formasi ini mewakili
awal pengendapan Tersier di Cekungan Sumatera Selatan. Bagian bawah formasi ini
terdiri dari breksi vulkanik dan aglomerat dengan fragmen utama berupa batuan
beku andesit/basaltis, tufa, batupasir tufaan, kadang dijumpai intrusi dan
aliran lava.
Endapan
darat dan batuan vulkanik ditafsirkan diendapkan bersamaan dengan terjadinya
orogenesa Kapur Akhir – Awal Tersier yang ditandai dengan ditemukannya batuan
beku berumur 60,3 ± 1,2 Ma di Pegunungan Garba (Pardede, 1986). Anggota atas
Formasi Lahat/Lemat terdiri dari dua bagian (De Coster, 1974) yang disebut “Young
Lemat“. Bagian atas terdiri dari batuan klastik halus dan terdiri dari
serpih abu-abu kecoklatan, kadang berselang-seling dengan lapisan serpih
tufaan, batulanau dan batupasir serta sisipan tipis batubara. Anggota ini
diinterpretasikan diendapkan dalam lingkungan air tawar hingga payau. Anggota
bawah berupa klastik kasar terdiri atas batupasir, batulempung, fragmen batuan,
breksi, “granite wash“, kadang dijumpai sisispan batubara dan tufa. Anggota ini
diendapkan dalam lingkungan darat. Umur Formasi Lahat/Lemat masih menjadi
perdebatan karena Musper (1937), Marks (1956), Spruyt (1956)
menginterpretasikannya berumur Eosen-Oligosen, sedangkan De Coster (1974)
menginterpretasikannya berumur Paleosen-Oligosen. Formasi ini memiliki hubungan
tidak selaras dengan unit batuan di bawah dan di atasnya.
1.
Formasi Talangakar
Formasi ini terbagi atas dua anggota yaitu GRM dan TRM
(Spruyt, 1956; Pulunggono, 1984)
a. Gritsand
Member (GRM)
Anggota bawah Formasi Talangakar ini disusun oleh sedimen
klastik kasar seperti batupasir konglomeratan, batupasir kuarsa, serpih dan
sisipan batubara dengan struktur sedimen berupa struktur perlapisan bersusun,
perlapisan silang-siur dan sejajar.
b. Transitional
Member (TRM)
Anggota atas
Formasi Talangakar ini tersusun oleh sedimen klastik sedang-halus seperti
perselingan batupasir, serpih, batulanau, sisipan batubara, batulempung
karbonan, serta hadirnya glaukonit yang melimpah. Lingkungan pengendapan
anggota satuan ini adalah lingkungan transisi-laut dangkal berumur Miosen.
2.
Formasi Baturaja
Formasi Baturaja
memiliki umur Miosen Awal-Miosen Tengah bagian bawah (Gafoer, 1988). Formasi
ini diendapkan selaras di atas Formasi Talangakar dan tersingkap dengan baik di
Sub-Cekungan Palembang Selatan. Formasi ini sangat berkembang di daerah
tinggian, berupa batugamping terumbu dan batugamping paparan, sedangkan di
bagian dalam cekungan satuan ini berkembang sebagai fasies karbonat berupa mudstone
atau wackestone.
3.
Formasi Gumai
Formasi
Gumai yang terdapat di Cekungan Sumatera Selatan memiliki umur Miosen Tengah.
Formasi ini tersusun atas sedimen klastika halus berupa serpih, napal,
batulempung gampingan, batulanau dengan foraminifera plankton yang melimpah.
Formasi ini mewakili fase trangresi maksimum di Cekungan Sumatera Selatan.
4. Formasi
Air Benakat
Formasi
Air Benakat atau Palembang Bawah ditafsirkan berumur Miosen Tengah dan
diendapkan pada lingkungan sublitoral (Gafoer, 1988). Penentuan lingkungan
pengendapan ini berdasarkan foraminifera plankton. Formasi ini tersusun oleh
perselingan batupasir-batulanau yang ditandai dengan melimpahnya mineral
glaukonit dan limonit serta kandungan fosil foraminifera besar. Formasi ini
merupakan awal dari fase regresi Miosen Tengah dari kondisi lingkungan
pengendapan laut dalam ke arah lingkunagn pengendapan laut dangkal-transisi.
5.
Formasi Muara Enim
Formasi
Muara Enim atau Palembang Tengah berumur Miosen Akhir-Pliosen Awal. Formasi ini
secara umum ditandai dengan berkembangnya batubara. Formasi ini disusun oleh
perselingan batulempung, batulanau, batupasir tufaan dan lapisan batubara.
Formasi ini menunjukkan sekuen pengendapan pengkasaran ke atas dengan
lingkungan pengendapan laut dangkal hingga darat. Bagian bawah formasi ini
tersusun oleh batulempung kecoklatan, batupasir lempungan dan batupasir tufaan
serta lapisan batubara. Bagian atas formasi ini disusun oleh perselingan
batulempung kehijauan, batupasir, lapisan batubara dan endapan vulkanik. Fosil
kayu dan foraminifera air tawar banyak dijumpai pada formasi ini.
6.
Formasi Kasai
Formasi
Kasai atau Palembang Atas diendapkan selaras di atas Formasi Muara Enim,
tersusun oleh perselingan konglomerat, batupasir tufaan, tufa dan batulempung
tufaan dengan kandungan moluska air tawar dan fosil kayu yang tersilisifikasi (silicified
wood). Kandungan tufa yang sangat dominan pada formasi ini menandai adanya
aktivitas vulkanik yang semakin meningkat pada Pliosen Akhir.Umur formasi ini
adalah Miosen Akhir-Pliosen dengan ciri-ciri litologi yang menunjukkan lingkungan
pengendapan darat. Akhir
pengendapan Formasi Kasai ditandai dengan peristiwa tektonik kompresi yang
mengakibatkan pengangkatan dan terlipatnya sedimen Tersier. Pengendapan
selanjutnya adalah sedimen kuarter dan terjadi aktivitas volkanik di Cekungan Sumatera Selatan.
Litologi Batuan
pada Cekungan Sumatera
Cekungan Sumatra Selatan dibatasi
oleh Paparan Sunda disebelah timur laut, daerah tinggian Lampung disebelah
Tenggara, Pegunungan Bukit barisan disebelah baratdaya serta Pegunungan Dua Belas
dan Pegunungan Tiga Puluh disebelah baratlaut. Evolusi dari cekungan ini telah
ada sejak Mesozoik dan merupakan cekungan belakang busur. Sejarah pembentukan
Cekungan Sumatra Selatan memiliki beberapa kesamaan dengan Cekungan Sumatra
Tengah dan dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh. Cekungan-cekungan tersebut
memiliki bentuk asimetrik dan dibatasi oleh sesar-sesar dan singkapan batuan
pra Tersier yang terangkat sepanjang kaki Pegunungan Barisan.
Pembentukan Cekungan Sumatra Selatan
adalah pengaruh dari sesar geser makro (stike slip fault) yang nantinya
menghasilkan pola sesar normal dan sesar geser. Cekungan Sumatra Selatan
merupakan tipe cekungan tersier, sehingga perkembangannya dikendalikan oleh
basement pra Tersier.
Pada dasarnya stratigrafi cekungan Sumatera
Selatan terdiri dari satu siklus besar sedimentasi yang dimulai dari fase
transgresi pada awal siklus dan fase regresi pada akhir siklusnya. Urutan
stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan dari tua ke muda adalah:
1. Batuan
Dasar (Basement) .
Batuan dasar terdiri dari batuan
kompleks paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku, dan
batuan karbonat.
2. Formasi Lahat
Formasi Lahat
diperkirakan berumur Oligosen awal. Formasi ini terendapkan secara tidak
selaras terhadap batuan dasar karena terletak pada bagian terdalam dari
cekungan. Lingkungan pengendapan terjadi pada daerah daratan/alluvial-fluvial
hingga lacustrine. Pada bagian bawah litologi penyusun berupa batupasir kasar,
kerikilan, dan konglomerat. Pada bagian atas terdapat fasies serpih dengan
sisipan batupasir halus, lanau, dan tuff. Formasi ini berfungsi sebagai batuan
induk dengan keteblan mencapai 1000m.
3. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar
diperkirakan berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal. Formasi ini terendapkan
secara tidak selaras dengan Formasi Lahat dan selaras di bawah Formasi Gumai.
Litologi penyusun berupa batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang
terendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga zona transisi. Bagian bawah
formasi tersusun atas batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan
dibagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Tebal formasi
berkisar 460-610m. Variasi lingkungan pengendapan berupa fluvial-deltaic yang
berupa braided stream dan point bar dan berangsur berubah menjadi
lingkungan delta front, marginal marine, dan prodelta yang
mengindikasikan perubahan lingkungan pengendapan kea rah cekungan.
4. Formasi Batu Raja
Formasi ini
terendapkan secara selaras diatas formasi talang akar pada Miosen Awal. Formasi
ini terdiri atas carbonate platform dengan ketebalan 20-75m dengan
tambahan carbonate build up dan reef dengan ketebalan 60-120m.
Karbonat dengan potensi reservoir terbaik terdapat pada selatan cekungan, akan
tetapi lebih jarang pada bagian utara sub-cekungan Jambi.
5. Formasi Gumai
Formasi Gumai
diendapkan secara selaras di atas Formasi Batu Raja pada kala Oligosen sampai
dengan Miosen Tengah. Formasi ini tersusun atas fosfoliferus marine shale dan
lapisan batugamping yang mengandung glaukonit. Bagian bawah dari formasi ini
terdiri dari calcareous shale dengan sisipan batugamping, napal, dan
batulanau. Sedangkan bagian atas berupa perselingan batupasir dan serpih. Tebal
formasi ini 2700m.
6. Formasi Air Benakat
Formasi Air Benakat
diendapkan pada fase regresi dan akhir dari pengendapan Formasi Gumai pada kala
Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan pada formasi ini terjadai pada lingkungan
neritic hingga laut dangkal dan berubah menjadi lingkungan delta plain dan coastal
swamp. Litologi terdiri dari batulempung putih dengan sisipan batupasir halus,
batupasir abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan dan sedikit mengandung lignit.
Pada bagian tengah kaya akan fosil foramminefera. Ketebalan formasi ini antara
1000-1500m.
7. Formasi Muara Enim
Formasi ini
diendapkan pada kala Miosen Akhir sampai Pliosen. Pada formasi ini terjadi pada
fasa regresi kedua setelah Formasi Air Benakat. Pengendapan awal terjadi di
sepanjang rawa-rawa dataran pantai, bagan selatan menghasilkan endapan batubara
yang luas. Siklus regresi kedua terjadi selama kala Miosen Akhir dan diakhiri
dengan tanda-tanda tektonik Plio-Pleistosen yang menghasilkan penutupan
cekungan dan pengendapan lingkungan non marine. Batupasir pada formasi ini
mengandung glaukonit dan debris vulkanik. Ketebalan Formasi ini 750m.
8. Formasi Kasai
Formasi ini
diendapkan pada kala Pliosen sampai dengan Pleistosen. Kontak formasi ini
dengan formasi Muara Enim ditandai dengan kemunculan pertama dari batupasir
tufaan. Karakteristik yang terlihat dari endapan formasi ini adalah kenampakan
produk vulkanik. Litologi tersusun atas batupasir dan lempung serta material
piroklastik. Pada bagian atas terdapat lapisan tuff batu apung yang masih
mengandung sisa tumbuhan dan kayu, memiliki struktur silang siur. Lignit
terdapat sebagai sisipan berbentuk lensa-lensa dalam batupasir dan batu lempung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar